Pages

Banner 468 x 60px

 

Monday, March 11, 2013

Bawang Putih Tak Laku di Kediri

0 comments
Sejumlah pedagang bawang putih di Pasar Grosir Ngronggo, Kediri, mengeluhkan sepinya pembeli sebagai dampak tingginya harga jual komoditas tersebut.

Sepinya pembeli tersebut dipicu naiknya harga bawang yang melonjak secara signifikan pekan ini.

“Pembeli sekarang sepi. Jika biasanya setiap hari keluar barang sampai 5 ton saat ini hanya sekitar 5 kuintal,” kata Malik Ashari, seorang pedagang, Minggu (10/03/2013).
Ia mengatakan, harga bawang putih saat ini memang naik tajam. Satu bulan lalu, harganya masih Rp25 ribu per kilogram, saat ini sudah naik dua kali lipat mencapai harga Rp50 ribu per kilogram.

Pihaknya menduga, kenaikan ini sebagai dampak dari pembatasan impor. Selama ini, bawang putih yang dijual di pasar diimpor dari China. Bahkan, selama ini bawang putih lebih mengandalkan impor.
Selain bawang putih, harga bawang merah juga mengalami kenaikan. Saat ini, harganya mencapai Rp30 ribu per kilogram, padahal semula harganya hanya Rp15 ribu per kilogram.

Malik juga menyebut, saat ini sejumlah pedagang bawang lebih memilih berjualan komoditas lainnya. Selain sepi pembeli, harga bawang juga semakin tinggi. Sebelumnya, terdapat 15 penjual bawang putih di pasar ini, tapi karena situasi yang sulit hanya ada dua penjual saat ini. 

Dikhawatirkan, jika kondisi ini belum berubah, justru akan membuat rugi.

Kenaikan harga bawang putih yang terjadi selama beberapa bulan terakhir menyebabkan inflasi di Kediri, pada Februari 2013 ini sampai 0,94 persen lebih rendah daripada inflasi pada Januari 2013 yang mencapai 1,05 persen.

“Faktor cuaca ini berpengaruh pada distribusi dan hortikultura di Kediri. Kenaikan harga bawang putih juga berpengaruh pada inflasi,” kata Kepala Seksi Statistik dan Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Kediri Lulus Haryono.

Selain karena cuaca, Lulus menyebut adanya inflasi ini juga karena kebijakan pemerintah akan impor. Beberapa komoditas bahan pokok ataupun buah dari luar negeri dibatasi, sehingga harga komoditas bahan makanan dalam negeri juga naik.

“Tujuan awal pembatasan impor ini diharapkan agar produk lokal mampu bersaing. Kami duga, ini (pembatasan impor) berpengaruh pada kenaikan harga,” ucapnya.

Sumber : LensaIndonesia.com
Read more...

Monday, March 4, 2013

Misteri buaya putih di Sungai Brantas Kediri

0 comments
Cerita tutur tentang keberadaan buaya putih di aliran Sungai Brantas sejak zaman kerajaan kuno Kediri hingga sekarang masih saja menjadi misteri yang tak terpecahkan. Sebab sungai yang digunakan sebagai lalu lintas air sejak masa Empu Sindok pada masa Mataram Hindu selalu minta korban nyawa manusia.

Berulang kali orang tiba-tiba kalap di sungai yang pernah ditumbali oleh Mpu Baradah saat memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua yakni Kerajaan Panjalu dan Jenggala sekitar tahun 1009.

Dan yang terakhir, yang menjadi 'tumbal' Sungai Brantas Kediri adalah dua bocah bernama Deny Kurniawan (12) dan Dwi (11), warga Kelurahan Balowerti, Kecamatan Kota, Kediri pada 20 September 2011 lalu. Keduanya tiba-tiba terbawa arus di areal pembangunan proyek Jembatan Brawijaya Kediri yang difungsikan sebagai pengganti jembatan lama yang pada 18 Maret nanti berusia 144 tahun.

Cerita tentang penunggu buaya putih ini juga banyak diceritakan di catatan Belanda ketika awal-awal pembangunan proyek jembatan lama Kediri sekitar tahun 1836-876.

"Dalam catatan Belanda memang disebutkan bahwa ada buaya putih penunggu jembatan yang dibangun oleh kolonial Belanda," kata Olivier Johanes, pengamat sejarah Indonesia dari Belanda dalam tulisan yang di tulisnya kepada grup Pelestari Sejarah dan Budaya Kediri (PASAK).

Tidak hanya di sekitar jembatan lama Kediri, ada yang lebih misterius lagi soal buaya putih yang berada di aliran Sungai Brantas wilayah Kecamatan Kras Kabupaten Kediri yang dikenal dengan sebutan 'Badug Seketi'.

Badug Seketi dianggap tempat yang sangat wingit dan angker di daerah  Kecamatan Kras. Dari cerita tutur masyarakat setempat, si buaya putih dulu awalnya bersahabat dengan penduduk sekitar. Setiap kali penduduk hajatan dan minta tolong kepada si buaya putih kebutuhan hajatan itu selalu disediakan.

Kebutuhan yang disediakan itu antara lain, peralatan dapur seperti piring, sendok dan peralatan pecah belah yang lainnya.

"Cerita kerjasama antara penghuni Sungai Brantas dengan masyarakat itu terjadi hingga sekitar tahun 1970 an. Karena keserakahan, penduduk yang sengaja menyembunyikan peralatan yang dipinjamkan tersebut, berakhir pulalah hubungan antara si buaya putih dengan warga sekitar," kata Abdul Kholik warga Desa Seketi Kecamatan Kras

Sumber : merdeka.com
Read more...